Sarapan Pagi di Warung Bu Dirah, Tawangmangu

Karena menginap di mess Diklat Iptek Tanaman Jamu & Obat, saya dan kawan-kawan cukup berjalan kaki untuk menuju kantor Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional. Tapi karena ketika itu hari masih pagi, maka hal yang kami cari adalah sarapan.

Warung Bu Dirah
Sarapan Ketan Bertabur Bubuk Kedelai
Kebetulan seorang teman dari kantor Balai mengajak kami untuk mencicipi sarapan khas daerah sana. Katanya sih ini makanan memang selalu tersedia disana. Apalagi kalau bukan ketan. Mas Pulung pun mengajak kami ke sebuah warung tenda yang letaknya persis disebelah kanan tempat kami menginap. Ketika kami sampai disana, pembeli sudah berdatangan 2-3 orang. Karena ini bukan musim liburan, maka kebanyakan yang bertandang ke warung Bu Dirah ini adalah orang-orang yang tinggal disekitar dan umumnya sudah langganan.




Ketan Bertabur Bubuk Kedelai
Meskipun menurut saya biasa saja dari soal rasa, tapi ada yang khas dari segi tampilan. Ketan yang siap saji yang dijual disini sudah dibentuk menjadi bulat-bulat. Sehingga si ibu hanya tinggal mengambil sesuai porsi pesanan saja. Saya tidak tahu berapa mas Pulung membayar satu pincuk ketan yang disajikan dengan ditaburi bubuk kedelai ini. Yang pasti nikmat karena dibayari.. hehehe.


Puas Sarapan Pecel dan Sate Ayam
Di hari terakhir di Tawangmangu, kami kembali diajak oleh mas Pulung sebelum kembali ke Bandara Adi Sumarmo, Solo. Karena saya juga bingung mau sarapan apa, akhirnya kami kembali lagi ke warung Bu Dirah. Alasannya sih sederhana: makanannya gak aneh-aneh dan sesuai lidah kami. Sebenarnya mas Pulung juga menawarkan untuk mencari sate kelinci di malam sebelumnya. Tapi kami pikir daripada ambil resiko mencoba kuliner yang baru pertama kali makan, lebih baik cari aman saja.
Pecel di Tawangmangu


Sate Ayam di Tawangmangu

Dipesanlah pagi itu menu pecel khas Tawangmangu. Bentuk dan tampilan pecelnya mirip dengan pecel di Jogja, tapi sebagai pengganti ayamnya disini digunakan "calon ayam" yang digoreng ceplok alias telur ceplok. Tanpa sepengetahuan kami, ternyata mas Pulung juga memesan sate ayam yang dijual oleh bapak-bapak disebelah warung Bu Dirah menggunakan pikulan. Padahal perut kami sudah dirasa kenyang dengan pecel tadi. Tapi ya mau gimana lagi. Demi menghargai tuan rumah, kami pun menggasak habis sate ayam dan lontong yang sudah jadi satu paket itu. Sate ayamnya mirip dengan sate ayam di Salatiga, hanya menggunakan saus kacang dan irisan cabai rawit digunakan bila kita kita mau merasakan sensasi lebih pedas.

Lagi-lagi kami tidak tahu berapa harga untuk menebus sepincuk pecel dan seporsi sate karena sarapan pagi itu pun masih dibayari oleh mas Pulung. Hehehe. Terima kasih ya mas Pulung. Jangan kapok nraktir kami lagi.

Comments

...