Mumpung di Yogya nih, yuk jalan-jalan. Mosok kerja melulu. Yuuuk.
Dan kami pun menyusuri jalan dengan em-becak (istilah naik becak kata orang Yogya) sepanjang jalan Malioboro - jalan Ahmad Yani - jalan Senopati. Itung-itung refreshing disela-sela rehat pekerjaan (padahal bukan rehat, tapi "menghilang" sejenak dari keramaian kerja. Hehehe). Tibalah kami di jalan Bintaran Kulon Nomor 3 dan 6, sekitar lima belas menit dari Malioboro dan menghabiskan 30 ribu untuk em-becak kami ber-empat.
Em-becak, Menyusuri Jalan |
Wow! Luas dan ramai juga ya. Saya baru tahu ternyata rumah makan ini sudah ada sejak tahun 1947. Saya mengira-ngira nama Bakmi Kadin mungkin karena letaknya bersebelahan dengan Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Yogya. Tapi ternyata Kadin adalah singkatan nama pendirinya Mbah Hj. Karto (KArto kasiDIN) dan sekarang dipegang oleh penerusnya yakni bapak Rochadi. Foto-foto pendiri dan penerus Bakmi Kadin ini terpampang didinding dekat meja kasir.
Foto Mbah Hj. Karto Kasidin |
Kami mendapatkan posisi meja dekat etalase jualan panganan kecil yang juga dijual oleh pengelola Bakmi Kadin. Karena nama tempatnya jelas-jelas Bakmi Kadin, maka kami memesan bakmi (kan gak mungkin kami memesan siomay atau bakso). Tiga bakmi godog dan satu bakmi goreng. Untuk minumannya saya memesan wedang jeruk. Sedangkan yang lain ada yang pesan wedang tape, bajigur dan es teh.
Seperti umumnya rumah makan, suguhan yang diantarkan lebih dulu adalah minumannya. Memang tak perlu waktu lama untuk menunggu minuman. Tapi untuk menunggu makanannya... Hwaduuh lama sangaaaadh. Saya sempat nyeletuk candaan: "Jangan sampai minumannya habis duluan nih sebelum bakmi-nya datang. :D"
Yaa mungkin memang kurang beruntung buat teman saya. Dia harus menunda untuk mencicipi bakmi gorengnya, karena sudah di-telepon, "ditagih" kerjaan ditempat kami menyelenggarakan acara. Jadilah kami tinggal bertiga menunggu bakmi yang tidak kunjung datang. Selagi menunggu, sayup-sayup terdengar alunan musik keroncong. Hmm. Ternyata disana juga ada penampilan dari orkes keroncong yang biasanya mulai "konser" setelah sholat Isya. Lumayanlah, berarti ada yang khas selain bakminya, suguhan keroncongnya bisa jadi penghangat suasana.
"Suguhan" Keroncongan |
Sementara masih menunggu, saya sempat melihat dari kejauhan tempat memasak bakmi yang terdiri dari empat gerobak. Kalau tidak salah lihat mereka memasak bakmi tidak menggunakan kompor, tetapi menggunakan anglo. Menurut teman-teman saya sih katanya karena memasaknya menggunakan anglo, makanya ada rasa yang khas keluar dari bakminya.
Empat Gerobak Masak |
Alhamdulillah, akhirnya datang juga tuh bakmi godog. Dari tampilannya, saya menduga mie yang digunakan adalah mie buatan sendiri karena bentuknya tidak seperti bakmi godog yang biasa saya lihat. Berbeda dengan mie telor. Kalau yang ini mie-nya lebih mirip spageti. Mie-nya besar-besar!
Sluruuup! Saya mencicipi kuahnya dahulu. Hmm. Ada rasa gurih dari bumbunya dan rasa khas yang berasal dari daging ayam kampungnya. Kalau dinilai dari sisi rasa, gurihnya sih memang nendang. Tapi ada satu yang kurang. Bagi penikmat makanan yang senang dengan rasa pedas, di Bakmi Kadin tidak menyediakan sambal! Mereka hanya menyediakan cabai rawit dan acar. Jadi saran saya, kalau ke Bakmi Kadin lebih baik bawa sambal sendiri :D.
Bakmi Godog Setengah Makan :D |
Bill Makan |
Untuk harga, kami menghabiskan Rp. 96.000 untuk 5 bakmi (1 goreng dan 4 godog - 3 makan ditempat dan 2 dibungkus), 1 bajigur, 1 wedang tape, 1 wedang jeruk dan 1 es teh. Lumayan mahal sih dan sedikit kecewa karena menunggu bakmi-nya terlalu lama. Satu hal yang mengganjal dan jadi tanda tanya untuk saya, tertulis dibawah logo: "Bakmi Kadin tidak buka cabang dimanapun"?. Tapi dibungkus plastiknya tertulis: "CABANG: Jl. Palagan... "?.
Tulisannya |
Bungkus Mas! |
Sudah kenyang, yuk balik mikirin kerjaan dan naik em-becak lagi.
Em-becak Lagi |
--------------------------- Yogyakarta, 9 Oktober 2012
Juga bisa dibaca di: kompasiana.com
Comments
Post a Comment