'Njajah Desa Milang Kori' ke Pantai Jatimalang

Njajah Desa Milang Kori, ungkapan bahasa Jawa yang artinya kurang lebih "menjelajah desa, menghitung pintu" atau boleh saya sebut berpetualang. Jadi arti judul diatas adalah berpetualang ke Pantai Jatimalang. Lho kok kenapa gak itu aja mas judulnya? Ya itulah! Selalu yang saya rasakan jika ke Purworejo atau ke desa, ada suasananya yang bakalan tidak saya dapatkan di Jakarta atau kota-kota lainnya. Makanya postingan kali ini saya beri judul demikian.

Suasana Pagi di Kecamatan Ngombol
Oleh karena pantai Jatimalang letaknya tidak jauh dari tempat tinggal paklek saya, yakni di kecamatan Ngombol, maka pagi-pagi kita sekeluarga sudah bersiap-siap untuk menjelajah jalanan didesa untuk mengunjungi pantai Jatimalang. Bahkan paklek saya sudah charter kendaraan untuk mengangkut kita ke sana.

Foto Satelit Pantai Jatimalang dari Wikimapia
Ketika itu masih pukul 5.30 dan kami sudah siap untuk berangkat. Dengan berkendara mobil bak terbuka, kami pergi menyusuri jalan desa dan melalui jalan deandels (yang ngetop itu). Keadaan masih sepi dan hanya sesekali lewat motor yang membawa rumput dari sawah. Wanginya suasana pagi itu yang saya sebut-sebut gak bakalan saya dapat di tempat saya tinggal. Selama perjalanan, saya sibuk membidikkan kamera sambil menahan udara dingin yang masih terasa (ya jelaslah karena naik mobil bak terbuka).

Buih ombak
Pose dulu
Perjalanan menghabiskan waktu sekitar 15 menit untuk kemudian kami beramai-ramai menurunkan tikar dan perbekalan yang sudah kami bawa. Karena masih pagi dan penjaganya juga belum ada, maka kami tidak dipungut biaya untuk berwisata di pantai ini.

Pak Penjual Siomay
Ternyata pantai sudah ramai oleh pengunjung karena memang hari itu bertepatan dengan hari libur anak-anak sekolah. Di pantai Jatimalang ini ombaknya terbilang cukup besar. Menurut perkiraan saya tinggi ombak sekitar 2 sampai 3 meter. Bahkan terdapat kabar bahwa dihari sebelumnya sudah ada korban yang terseret ombak. Agak-agak ngeri juga sih deket-deket ke bibir pantai. Sepengetahuan saya, pantai Jatimalang memiliki 'lebeng' atau cekungan berarus kencang yang dapat menarik siapapun jika tidak waspada. Saya juga sempat merasakan tarikan seretan ombak itu saat secara tiba-tiba ombak sangat besar dan air meninggi hingga setinggi 50 cm. Walaupun sebentar, tapi dirasa tarikan ombak sangat kuat!

Warung-Warung Sederhana
Karena ombaknya besar, maka tidak ada yang berani untuk berenang di pantai ini bahkan mungkin justru dilarang. Akan tetapi saya tidak melihat papan larangannya. Atau mungkin tersembunyi? Entahlah.

Tapi jangan kuatir. Masih banyak yang bisa dicoba dan dijelajah. Bagi yang suka makan, cobain aja siomay seharga Rp. 2000. Bisa dibeli ke penjual yang membawa dagangannya menggunakan motor. Yang pasti bakal goyang lidah deh. Atau bisa juga mampir ke warung-warung sederhana disepanjang pantai, terutama yang dekat dengan area parkir.

Bagi yang bawa bocil-bocil, bisa menggunakan fasilitas yang tersedia seperti permainan kolam air. Selain bisa berenang secara aman, para bocil bisa sambil memandangi pantai. Sedangkan orang tuanya bisa ngobrol ngalor ngidul.

Kolam Renang Bermain untuk Anak
Area Parkir
Gapura Utama Menuju Pantai Jatimalang
 Setelah puas berfoto dan jajan siomay serta sate (seharga Rp.3000 per porsi), kami pun pulang dengan mengambil rute yang sama. Di tengah perjalanan, kami mampir sejenak ke pasar Geparang (yang kalo kata ibuku ini pasar Gesing). Kami tidak turun dari angkutan. Hanya paklekku saja yang turun untuk membeli ikan-ikan segar untuk dimasak mangut nantinya.
Pasar Ikan Geparang
Dan seperti biasanya, saya selalu tertarik untuk melihat suasana pasar didesa. Berbeda dengan pasar Krendetan dan pasar Jenar, pasar Geparang ini adalah pasar khusus hasil laut alias pasar ikan. Ya saya gak heran karena memang letaknya yang tidak jauh dari pantai dan daerah nelayan. Cukup strategis karena berseberangan pula dengan terminal Geparang walaupun terminal kecil. Ketika kami datang dipagi hari, pasar masih sepi pengunjung. Foto-foto pasar Geparang yang saya ambil itu sudah sekitar pukul 9 sehingga pembeli sudah berdatangan.

Kios di Pasar Geparang
Pertigaan Pasar
Jalan Deandels
Setelah beberapa menit berhenti di pasar Geparang, kami melanjutkan perjalanan untuk pulang. Kembali kami melewati jalan deandels yang suasananya tidak berbeda jauh seperti ketika kami datang. Masih sepi dan udaranya masih dingin serta beraroma rerumputan basah..

Semangat Jalan-Jalan Bersama Mas Feb Jalan-Jalan.
Jakarta, 23 Juli 2013
Blusukan:  Purworejo, 30 Juni 2013

Comments

  1. Di sana ds geparng tempat kelahiran saya mas..banyak cerita dan kenangan dan tempat istirahat terakhir buat ibu saya.

    ReplyDelete

Post a Comment

...