Menggunakan angkutan umum jurusan Ungaran-Ambarawa, kami mendatangi sebuah bangunan bersejarah di Ambarawa. Fort Willem I atau menurut orang-orang sini lebih dikenal sebagai Benteng Pendhem atau Benteng Ambarawa. Butuh waktu sekitar 1 jam dari Ungaran. Saya tidak tahu kenapa disebut benteng Pendhem. Apakah karena pada jaman dahulu kala ketika bangunan ini baru digunakan dikelilingi oleh parit sehingga terlihat seperti bangunan yang terpendam atau bagaimana, masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab.
|
Kami masuk dari pintu samping |
Bahkan, sejarah dari bangunan tua ini sepanjang saya browsing di mbah Google, saya belum menemukannya sama sekali kecuali sangat sedikit informasi mengenai awal mula pembangunannya.
|
Jembatan kayu penghubung benteng |
|
Bagian benteng yang masih digunakan sebagai tempat tinggal |
Diantar oleh seorang teman yang tinggal disini, kami berkeliling benteng yang dibangun di abad ke-18. Mnyusuri ladang, sawah dan rumput yang bercampur alang-alang, kami berjalan melihat-lihat kemegahan masa lalu. Menurut keterangannya, bangunan benteng ini sebagian masih dipergunakan untuk lembaga pemasyarakatan dan sebagaian masih digunakan untuk hunian. Yang menghuni dibenteng ini adalah petugas yang bekerja di lapas. Mungkin oleh karena saking luasnya area benteng dan dibutuhkan dana yang tidak sedikit untuk memperbaikinya, maka terlihat disana-sini bangunannya masih banyak yang sudah tidak terawat. Kecuali bangunan yang menjadi kantor lembaga pemasyarakatan. Meskipun sudah diperbaiki, tapi tidak menghilangkan keaslian bentuk bangunannya.
|
Lantai dalam tempat tinggal ubinnya masih asli. Jadi teringat di kampus UI Salemba |
|
Langit-langit didalam rumah |
|
Melihat jembatan kayu dari dekat |
|
Lorong-lorong khas abad ke-18. Seperti di museum Pasar Ikan di Jakarta |
|
Bagian benteng yang sudah tidak digunakan |
Untuk mengelilingi keseluruhan bagian benteng, sepertinya tidak cukup hanya dengan waktu 1 jam. Bagi yang tertarik dengan sejarah, pasti bakalan penasaran dengan kesejarahan benteng ini. Tapi ya itu, referensi mengenai bangunan ini masih sangat-sangat sedikit. Bahkan teman yang mengantarkan kami berkeliling benteng pun tidak mengetahui bagaimana sejarah pembangunan dan penggunaan benteng. Yang pasti tempat ini cukup menarik untuk dikunjungi.
|
Gapura menuju masdjid |
|
Pintu masuk masdjid |
|
Dinding bangunan yang menyerupai bentuk gapura candi |
|
Kantor Lapas berangka tahun 1838-1845 |
|
Menara air seperti menara air peninggalan belanda di Manggarai - Jakarta |
|
Tiang-tiang yang menyerupai bangunan romawi |
|
Lembaga Pemasyarakatan |
|
Hamparan sawah yang ada dibelakang Lapas |
|
Istirahat didepan gerbang masuk Lapas |
Setelah lelah berkeliling benteng, kami pun istirahat sejenak didepan pintu masuk halaman utama lapas. Sayup-sayup terdengar suara azan, maka baiklah kiranya sekalian kami sholat Dzuhur. Karena kebetulan ada masjid unik didalam kawasan benteng ini, maka kami pun kesana.
Papan namanya yang bertuliskan "masdjid", tidak akan mengira bahwa disana memang benar-benar digunakan sebagai tempat sholat. Menggunakan sebagian ruangan disudut bentengnya, masjid ini terasa benar-benar unik. Sewaktu kami usai wudhu dan masuk ke dalam masjid, serasa melintasi ruang waktu dan memasuki gua. Meskipun ada lampu-lampu untuk menerangi bagian dalam, tapi rasa lembab dan gelap masih terasa.
Letak benteng ini yang tidak jauh dari museum kereta api Ambarawa sebenarnya bisa menjadi obyek wisata potensial. Tapi mungkin karena tidak terawat dan masih digunakan sebagai lembaga pemasyarakatan, benteng ini seakan terlupakan.
Masih banyak jalan-jalan seru bersama mas Feb, jadi tetap semangat! Salam segar es teh lemon..
Comments
Post a Comment