Bagi warga Purworejo yang tinggal didesa Bragolan, Ketangi,
Bagelen, Wonosari dan sekitarnya mesti tahu dengan yang namanya stasiun Jenar.
Terletak di kecamatan Bragolan, stasiun yang mulai sepi dari keramaian ini sudah
digunakan sejak jaman kolonial belanda dan sejak tahun 2013, tanggal 1 April
tepatnya saat jadwal kereta diubah dan peraturan baru mulai diterapkan,
Purworejo semakin memantapkan namanya sebagai kota pensiun karena stasiun Jenar
pun juga sepertinya secara tidak langsung mendukung ciri-ciri pensiun tersebut.
Sepi, ngelangut, suwung dan sebagainya. Kalau tidak percaya boleh deh datangi
stasiun yang terletak 18 meter dpl ini.
|
Sepanjang Rel Stasiun Jenar (2014) |
|
Pintu KA Stasiun Jenar |
Sayang memang stasiun sebagus ini harus terkena dampak
perubahan jadwal KA. Kereta api yang berhenti distasiun ini hanya beberapa saja
semisal Prameks dan kereta Ajisaka. Dan itu pun hanya pagi dan sore. Berbeda
dengan jaman era 90-an dan awal tahun 2000, ketika masih banyak kereta jarak
jauh yang berhenti di stasiun ini. Disaat itu, stasiun Jenar masih melayani
penjualan tiket kereta api jarak jauh seperti kereta api Progo, Serayu, Logawa
dan lainnya. Romantika pedesaan masih kental terasa. Meskipun hanya desa, tapi sekitaran
stasiun masih ramai karena selang waktu satu jam mesti ada kereta yang berhenti
distasiun Jenar. Saya masih teringat ketika diajak Bapak pulang ke rumah simbah
dan turun dari kereta api di stasiun ini saat pagi hari. Keluar dari bangunan
stasiun, saya masih bisa mencium aroma tanah dan rerumputan yang basah oleh embun. Masih banyak
delman mangkal dibelakang stasiun dan banyak orang yang duduk-duduk pesan kopi
ataupun teh poci diwarteg belakang. Lekat sekali ingatan itu, makan sarapan
nasi rames di warteg belakang. Bapak sering juga ketika mudik mampir ke warteg
ini sekedar sarapan ataupun menyeruput teh atau kopi hangat.
|
Halaman Parkir Stasiun Jenar dan Ruko-Ruko yang Tutup |
|
Warteg dari Jaman Saya SMP Masih Ada! |
|
Foto Dulu |
|
Kursi Panjang di Peron Stasiun |
|
Jalur 1 Stasiun Jenar |
Tapi suasana tersebut kini sudah sirna. Walaupun warteg
tersebut tetap ada, tapi romantika desa yang ramai sudah hilang. Beberapa tahun
yang lalu ketika double-track mulai digunakan, posisi bangunan stasiun pun digeser
dan dibangun gedung stasiun Jenar baru yang letaknya beberapa meter ke arah
timur dari posisi bangunan stasiun yang lama. Kalau saya tidak salah duga,
posisi bangunan stasiun yang lama sekarang terletak ditempat penitipan motor.
Dugaan saya kuat karena persis diseberang gedung penitipan motor terletak
warteg yang dulu sering disambangi Bapak saya. Sekali lagi saya katakan: sayang
banget. Kenapa? Karena bangunan khas jaman belanda harus dihancurkan demi
membangun bangunan baru untuk stasiun yang lebih memiliki fasilitas memadai.
Padahal kalau saya pikir, seandainya saja bangunan lama masih ada bisa saja
fasilitas yang mendukung operasional stasiun dibangun ditempat baru tanpa perlu
menggusur bangunan lama. Bangunan lama bisa dijadikan obyek cagar budaya (bila
dilihat dari segi arsitektur jadulnya).
|
Kantor Kepala Stasiun |
|
Musholla |
|
"Pigura" Pemandangan dari Stasiun Jenar |
Apa mau dikata, bangunan jadul itu sudah lenyap. Kini yang
tersisa hanya suasana sepi pedesaan yang menunggu waktu tidurnya. Ya
mudah-mudahan tidak demikian. Kelak harapan saya, stasiun ini bisa terbangun
dari lelap tidurnya bila nanti bandara yang akan dibangun di Kulon Progo
benar-benar dibangun. Semoga..
weleh, wes suwe aku gak numpak pramek dari Jenar
ReplyDeleteKapan terakhir kali naik prameks dari Jenar mas?
DeleteItu sudah di renovasi stasiunnya mas..waktu itu masih kurang bagus stasiunnya
ReplyDeleteTapi warteg yg didekat jalan masuk ke parkiran stasiun masih ada tho mas?
Delete