Candi Lumbung dan Candi Bubrah
Untuk menuju candi Lumbung, kami menggunakan jalan sebelah kanan (jalan belakang) dari pintu masuk Taman Wisata Prambanan yang melewati kawasan kijang. Oh iya, di Taman Wisata Prambanan ini ternyata ada juga taman yang diperuntukkan sebagai tempat pemeliharaan kijang. Jadi bukan hanya di Istana Bogor dan Monas, di Prambanan juga ada tempat pemeliharaan kijang.
|
Berfoto di Jalan Masuk ke Candi Lumbung |
Karena kami tidak mengejar target harus ini-itu, kami pun berjalan santai saja sambil menikmati suasana. Sayup-sayup sepanjang perjalanan terdengar suara gending jawa yang berasal dari speaker-speaker yang dipasang ditaman-taman. Sepertinya pengelola ingin membuat kesan jawa klasik kepada pengunjung Taman Wisata Prambanan dan sepertinya pengelola berhasil menimbulkan kesan tersebut, terutama pada saya. Jadi terbawa suasana taman dan kembali ke masa keemasan dimana candi-candi yang akan dikunjungi baru saja didirikan.
|
Kami di Depan Papan Nama Candi Bubrah |
Tanpa terasa kami pun tiba di candi Lumbung yang bila dilihat sekilas pada candi-candi perwaranya mirip dengan yang ada di komplek candi Plaosan. Sayangnya candi utamanya sudah tinggal kaki candinya saja. Badan dan atap candi sudah tidak ada. Sejenak saya mengambil beberapa foto sementara istri saya menjaga Zidni yang sudah lelap tertidur didalam
stroller.
Penjelajahan berlanjut ke candi Bubrah. Sesuai dengan namanya: "Bubrah" artinya "hancur berantakan". Candi ini benar-benar hancur karena yang tersisa hanya tinggal kaki candinya saja. Untuk masuk ke halaman utama candinya pun saya menjadi ragu karena takut malah menambah kehancuran situs ini. Lalu kami menuju komplek candi Sewu.
Aura Kedamaian di Candi Sewu
Setelah hampir 45 menit berjalan kaki dari pintu masuk Taman Wisata Prambanan, akhirnya kami sampai juga dihalaman komplek candi Sewu. Lumayan sepi pengunjung saat kami tiba disana. Hanya dua orang turis manca yang ada di hari Minggu (14/12/2014) itu. Komplek candi Sewu ini tidak kalah bila dibandingkan dengan komplek candi Prambanan. Malah kalau saya boleh memilih untuk berlama-lama, saya lebih memilih komplek candi Sewu. Kenapa? Sepertinya karena aura kedamaian jaman dahulu masih terasa disini.
|
Kami Tiba di Komplek Candi Sewu |
|
Ukiran yang Saya Hapal Benar Karena Dahulu Sering Melihatnya di Dalam Buku Dr. Soekmono |
Berbeda dengan komplek candi Plaosan yang langit-langitnya sudah menjadi sarang kelelawar, meskipun sama-sama bercorak Budha akan tetapi langit-langit candi utama masih bersih dan rasa damai itu masih bisa dirasakan di komplek candi Sewu. Semilir angin juga ikut mendukung rasa damai itu. Turis mancanegara yang tadi tiba bersamaan dengan kami pun sepertinya ikut merasakan kedamaian itu. Mereka bahkan ngobrol didalam ruang utama candi Sewu.
|
Ragam Hias Batik di Dinding Candi Utama |
|
Turis Manca Senang Sekali Ngobrol di Ruang Utama Candi |
|
Aura Kedamaian di Candi Sewu |
Di komplek candi Sewu ini saya banyak mengambil foto. Tapi bukan foto selfie saya, melainkan foto batu-batu candinya. Istri saya tidak ikut masuk ke dalam candi karena menunggui Zidni yang masih tertidur didalam stroller. Cukup puas saya berkeliling ruangan candi utama. Sangat ingin saya berlama-lama disini. Bahkan kalau dibolehkan saya ingin bermalam didalam ruang utama candinya. Hehehe.. [
mas Feb Jalan-jalan]
Saya pernah tidur di salah satu pos jaga di candi Sewu. (masuk langsung lewat jalan belakang ke Candi Sewu, jalan kaki, ngaku sbg warga sekitar)
ReplyDeleteWe lhaa.. Asik tuh. Tapi belum pernah masuk ke candi induknya tho? :D
Delete