Ayam Goreng Kampung atau Ayam Kampung Goreng?

Setelah kembali dari Magelang tanggal 20 Jumadil Awal (11 Maret 2015), akhirnya saya menginap di Jogja (lagi). Malam hari kembali menjadi nuansa ketika saya harus mencari makan di sepanjang jalan Dagen, Malioboro, Jogja. Kalau jalan-jalan ke Jogja memang tiada cukup seminggu apalagi sehari. Seperti halnya saya malam itu jalan-jalan mencari makan yang sesuai selera, dari ujung ke ujung jalan Dagen, saya belum menemukan makanan yang menggugah selera. Hingga pada akhirnya saya menjatuhkan pilihan ke warung bertajuk ayam goreng.

Ayam Goreng Kampung

Saat melihat nama warung makannya, "Sambal Uleg", yang terbayang dipikiran saya adalah aroma sambal terasi yang nikmat betul dimakan dengan lalapan. Ah! Ini mungkin pilihan tepat. Tapi saat saya mulai melangkahkan kaki, sepertinya sambal uleg hanyalah salah satu pelengkap saja, bukan "komposisi" andalan warung makan ini. Lalapannya? Hanya ada potongan mentimun saja.. Bila pembaca melihat deretan menunya, sebenarnya hanya makanan yang biasa-biasa saja dan sudah umum ada di warung makan. Tapi ya sudahlah. Sudah terlanjur kaki ini melangkah masuk.

Satu hal yang saya cermati adalah sebuah menu yang jika saya ingat-ingat saya pernah lihat di daerah Kemayoran, Jakarta, yaitu: Ayam Goreng Kampung! Apa yang aneh dari menu ini? Tidak ada yang aneh sih. Hanya saja penempatan kata-katanya saja kalau boleh saya bilang. Bila menilik menu ayam goreng ini yang sudah siap saji, saya jadi bertanya: "
Apakah ini Ayam Goreng Kampung atau Ayam Kampung Goreng?

Tapi sudahlah.. Karena lapar, ayam kampung goreng tersebut masuklah kedalam mulut. Rasanya ya lumayan. Tidak usah permasalahkan penamaannya. Entah ayam goreng kampung atau ayam kampung goreng. Asal jangan ayam goreng "kampungan". Hehehehe...

Comments

  1. Klo saya cermati, dari lokasinya, suasananya, penyajiannya, dan daftar menu (tanpa harga)... > 20.000 ya Mas Feb?

    ReplyDelete

Post a Comment

...