Mengintip Pasar Mamak-Mamak dari Balik Kamera Handphone

"Eeei! Tidak boleh ambil foto disini.", tegur seorang mamak-mamak pedagang buah pinang kepada teman saya yang baru saja memotret suasana pasar di Pasar Mamak-Mamak.  
Memang menurut kabar yang saya dengar, penduduk asli Papua paling anti untuk difoto dan banyak kabar negatif berkaitan dengan memotret penduduk asli Papua ini. Entah lah kabar yang beredar tersebut benar atau tidak.  Tapi sepanjang saya berada di Papua dan sudah berkali-kali ambil foto potret sana sini, belum pernah sekali pun ditegur oleh penduduk asli Papua. Ya mungkin rejeki saya sehingga masih bisa memotret suasana di kota Jayapura.
Jalan Malam di Dalam Pasar Mamak-Mamak
Seorang Pedagang Buah


Setelah pulang dari Cirita Cafe, kami berlima jalan-jalan malam di sepanjang jalan Percetakan Negara. Hingga bertemu dengan yang namanya Pasar Mamak-Mamak. Nama asli pasarnya sih sebenarnya Pasar Percetakan Negara. Tapi menurut keterangan dari seseorang disana, karena yang berjualan mayoritas adalah kaum ibu alias mamak-mamak, makanya pasar itu disebutlah Pasar Mamak-Mamak.

Pasar yang terletak di jalan Percetakan Negara ini hanya buka saat malam hari. Sore menjelang malam, para pedagang yang kebanyakan menjual buah-buahan dan ikan hasil tangkapan nelayan berdatangan dan mulai menggelar lapak. Mungkin karena yang dijual adalah ikan hasil tangkapan nelayan dan buah-buahan segar yang baru saja diunduh, sehingga pasar ini hanya buka di malam hari.

Seperti yang diawal saya ceritakan, teman saya ditegur oleh salah seorang pedagang disana. Alhasil, saya pun hanya menggunakan handphone BB untuk menangkap suasana keramaian pasar Mamak-Mamak. Hasilnya memang kurang memuaskan, tapi mau bagaimana lagi. Hanya ini satu-satunya cara untuk mengabadikan momen tersebut.


Dengan dinaungi sebuah tenda sangat besar berbentuk kubah, para pedagang ini menggelar lapaknya di bagian tengah pasar. Buah-buahan seperti salak, disini dijual tanpa menggunakan timbangan. Disini, buah-buahan tersebut dijual menggunakan porsi perkiraan. Jadi, contohnya, dua tangkup (telapak tangan kanan-kiri) buah salak dihargai dengan harga 20 ribu tanpa memperhitungkan beratnya maupun besar kecil buahnya. Berbeda dengan buah-buahan besar seperti pepaya dan sejenisnya, diperjual-belikan dengan melihat besar kecilnya buah.


Untuk sayur mayur, seperti bayam, cara menjualnya masih sama yakni berpatokan pada jumlah sayur per ikat. Di pasar Mamak-Mamak ini, komoditi yang dijual berpatokan dengan berat timbangan adalah ikan laut hasil tangkapan nelayan.

Pesan saya bila pembaca berkesempatan mengunjungi pasar tradisional di Papua, jangan sekali-kali memegang-megang barang dagangan, terutama buah-buahan, bila pembaca tidak benar-benar akan membelinya.

Comments

  1. Wah, temanmu motret pakai DSLR? Kalau motretnya pakai kamera poket ditegur nggak ya Mas?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami mawon mas. DSLR maupun kamera poket. Teman saya waktu itu motret pakai hape juga sih. Tp tdk tau knp tiba2 ditegur.

      Delete

Post a Comment

...